Peredaran film Holywood dicabut dari Indonesia

2 atau 3 hari yang lalu sudah mulai heboh para orang Indonesia atas keputusan Dirjen pajak buat memberikan bea masuk distribusi film impor. Akibat keputusan ini banyak produsen film luar negri yang gak rela untuk memasukkan filmnya ke Indonesia lagi, seperti Holywood, Eropa, dan Mandarin. Menurut berita yang gw dapat, masalahnya bukan terletak pada besarnya biaya yang ditetapkan oleh Dirjen pajak, melainkan aturannya lah yang salah. Para produsen berkata bahwa gak ada negara manapun yang memiliki aturan ini, jelas saja mereka gak terima bayar bea masuk ke negri kita.

Entah apa yang ada dipikiran Dirjen pajak itu masih belum jelas. Kalo menurut gw mungkin untuk menambah pendapatan negara dan melindungi produksi film nasional. Oke lah, alasan ini bisa diterima meski sebenernya gw sangat kecewa. Jujur gw sendiri masih ogah buat menonton kebanyakan film produksi dalam negri kita ini. Salahkan gw sebagai orang yang gak nasionalis, terserah anda mau bilang apa, tapi memang film nasional itu diluar selera gw. Film Indonesia banyakan hanya sinetron dan segala jenis drama, horror, horror bercampur bokep, komedi, komedi bercampur bokep, dan sebagainya. Tapi untung gak semuanya begitu, meski langka sekali, masih ada film Indonesia yang gw dan teman-teman gw rela nonton di bioskop, yaitu Darah Garuda. Serta ada masterpiece lain seperti Laskar Pelangi yang membuat adik gw dan nyokap gw rela nonton di bioskop.

Tadi segi kualitas, bagaimana dari segi KUANTITAS? Apakah produsen nasional sudah mampu memuaskan kita dengan jumlah produksinya per tahun? Bisa jadi setelah kebijakan ini produsen nasional mengeluarkan masterpiece-masterpiece nya, tapi kalo cuman sekitar 10 film per tahun ya sama aja bohong toh ya… Mosok bioskop isinya film yang rada outdated semua? Bisa bangkrut mereka. Kita juga butuh kali yang namanya film berkualitas dengan kuantitas yang memuaskan.

Gw bisa memahami kalau membuat film itu susah. Gw sendiri pernah merasakan mendapat proyek untuk membuat film waktu gw kelas 3 SMA dan ternyata gak gampang. Mikirin alur cerita aja udah mumet banget, ujung-ujungnya cuman jadi drama percintaan lagi dan itupun ada yang sedikit mengambil tema dari film dalam negri. Belum lagi masalah aktor dan aktris. Gak semua dari kita jago berpose di kamera maka retake juga cukup banyak. Itu baru kesulitan yang kita temui sebagai film maker amatir, bayangkan para professional. Mereka juga pasti harus korban biaya yang banyak untuk peralatan, sewa tempat, properti, dan sebagainya. Sementara konsumen mana mau tahu apa usaha kita, yang penting mereka dapat film yang berkualitas titik.

Let’s hope all the best for our country. Semoga aja dengan kebijakan ini rakyat Indonesia gak semakin bodoh dan udik karena menonton film dalam negri yang BODOH. Serta gw juga berharap produsen nasional bisa bikin film yang kualitasnya menyamai Holywood (mimpi kali ya gw). Kalau anda desperate, The Pirate Bay dan situs warez selalu tersedia untuk kita. Salah? Ya salah, tapi salah siapa juga tontonan kita yang sebelumnya bisa kita dapatkan secara legal dicabut.

Categories: Life

Leave a Reply