Sebuah momen dengan Satria FU150

Tanggal 16 kemarin gw dan Jo berangkat jam 7 pagi ke dealer Suzuki di Kosambi untuk mengambil motor adiknya si Jo yang habis di perbaiki akibat kecelakaan. Kita bertemu di mantan sekolah kita lalu gw dibonceng si Vixion 165 si Jo ke Kosambi sementara si BEBIE gw tinggalkan di parkiran sekolah.

Kami gak tahu lokasi pasti dealernya, jadi kami putuskan untuk jalan saja ke Kosambi lalu tanya-tanya arah di daerah sana. Untungnya lokasi dealernya mudah dicari dan jalannya tidak banyak belok-belok, jadi kami tidak kesulitan menghafal jalan pulang. Maklum kita anak nyasar (belum pernah kesana). Sampai disana, kita melihat kondisi motornya dan kita tes. Karena sudah oke, kita bayar dan kita langsung cabut ke Kebon Jeruk 3 untuk mencari barang titipan adik si Jo.

Ke BonJer, gw yang mengendarai Satria FU150 milik adik si Jo. Motor ini ternyata nyaman juga dipakai untuk jalan sehari-hari. Stang nya memang lebih pendek dibanding motor bebek biasa, tapi tidak masalah karena bobotnya yang ringan dan koplingnya itu sangat empuk, tidak sekeras Vixion Jo yang telah dipasang kopling dan per kopling racing, Tiger, atau Ninja 250 R. Tenaganya pun juga enak, gak perlu betot gas dalam-dalam buat melaju cepat. Keluhan yang gw rasakan jeleknya tenaga di putaran bawah akibat pilot jet masih standar (brebet) serta bodinya yang kecil bikin ngeri ngebut-ngebut. Sisanya gw review di post berikut :)

Sampai BonJer, kita mencari barang titipan. Sebuah knalpot R9 New Mugello, stang jepit, klakson dengan suara besar, dan spakbor depan (yang lama hancur).

Kita kontek adik si Jo untuk make sure semua yang mau dibeli, sebab stang terlihat masih bagus, klakson tidak bisa dipasang karena tidak ada tempat untuk memasangnya (bodi Satria sangat kecil), dan spakbor sudah diberikan dengan harga murah oleh orang Suzuki. Akhirnya, yang terbeli hanya knalpot R9 New Mugello.

Gw mengambil beberapa gambar knalpot ini dan saat pemasangannya, namun setelah knalpot dipasang gw sampai lupa untuk mengambil foto sang Satria FU150 yang telah dipasangkan knalpot ini saking terkesimanya dengan suaranya yang ngebass bulat, tidak terlalu kencang, tidak terlalu pelan. Langsung pingin coba di test ride rasanya. Secara instan gw dan Jo jadi kepingin knalpot ini.

Gw tes di jalan pulang. Putaran bawah memang gak begitu terasa, tapi tetap ada perbaikan sedikit (efek placebo?), namun di putaran atas terasa lebih enak larinya. Oke punya pokoknya.

Sebenarnya gw juga rekam videonya yang ada suara knalpot ini, sayang kamera Blackberry Bold gw hasil rekamannya jelek. Suaranya jadi terdengar biasa saja, jadi gw gak mau upload. Continue Reading →


Upgrade performa BEBIE dan BLACKY

ReNi dijual, BEBIE mendapat perhatian ekstra. Nama BEBIE memang mungkin asing karena gak pernah gw sebutkan di blog ini. BEBIE adalah Jupiter MX 2005 gw, namanya diambil karena plat nomornya B xxxx BIE, yowis gw panggil BEBIE aja.

Gw menyempatkan diri (memang kurang kerjaan) pergi ke Kebon Jeruk 3 untuk membeli performance part untuk BEBIE yang sifatnya plug and play, maklum lagi gak mau repot. Yang gw beli beberapa hari lalu adalah Koil Yamaha YZ125 dan busi NGK Iridium (Denso Iridium gw mati, saatnya cobain NGK). Semuanya bermain di sektor pengapian.

Pulang dari BonJer 3, gw langsung ke bengkel memasang 2 barang yang baru gw beli serta per kopling racing kompetisi yang sudah 3 bulang nganggur.

Hasilnya tarikan lebih enak sedikiiiit doang dari biasanya. Mungkin itu pengaruh koil dan busi yang lebih bagus dari standarnya, sementara oper gigi jadi rada keras dan slip kopling seperti terminimalisir soalnya begitu oper gigi langsung “lompat”. Cukup memuaskan, tapi masih kurang.

Selain BEBIE, BLACKY juga mendapatkan koil YZ125. BLACKY adalah Supra X 125R milik teman gw yang biasa dipanggil Ujang (orang sama motor sama aja itemnya, haha). Yang lucu adalah saat Ujang mau ke bengkel resmi Honda, para mekanik menolak pemasangan koil karena mereknya Yamaha. Buat yang gak tau, koil itu biasanya bersifat universal, apalagi YZ125, sudah terbukti bisa dipakai di motor-motor road race sekelas bebek sampai bahkan Ninja RR.

Nah mekanik ini seperti gak mau usaha, kabel kurang panjang lah, mereknya Yamaha lah, dan sebagainya. Akhirnya Ujang sampai “panas” dan mencari bengkel non-resmi lainnya. Anehnya, waktu kita berjalan mencari bengkel terdekat, ada satu deretan jalan penuh dengan bengkel, tapi dia lewati dan dia memilih satu bengkel di tengah. Apa alasannya? Berikut jawabannya:

Gw milih sini soalnya ada tulisan Yamaha nya. Kapok lah gw ke Honda. Nyesel bener gw gak dengerin lu, Hendrik, Kurni waktu mau ganti motor. Ntar kapan-kapan gw beli Yamaha aja, tapi kalo cc kecil ya, kalo cc gede tetep mau Honda soalnya IRIT

Ini yang bikin ketawa… Ternyata mindset IRIT pada Honda memang masih melekat dimana-mana. Bravo buat image irit Honda yang begitu kuat meski Yamaha sudah iklan mati-matian “Iritnya paling cuman beda sesendok teh tapi masih dibanggakan”.

Untuk berikutnya, mungkin prioritas utama untuk BEBIE adalah untuk membenahi urusan body yang terbengkalai. Harus gw lakukan press full body, ganti shockbreaker belakang karena sudah mati, lalu baru performance oriented upgrade lagi seperti ganti bak kopling dengan manual clutch, CDI, atau port and polish (termasuk papas dan ganti seal klep). Continue Reading →


CB400 <3

I fell in love with Honda CB400 Super Four as soon as I saw it for the first time in Singapore.

Look at this beauty.

This baby got 400cc 4 stroke 4 cylinder 4 valve engine (I guess I know why it is called the “Super Four”) and it can accelerate from 0 to 100 km/h less than 6 seconds with a top speed of 180 km/h.

Take a look at its performance and listen to the screaming 4 cylinder engine sound. It’s so lovely.

Maybe it isn’t much compared to same-class bikes, but it’s surely better almost all of the bikes sold in Indonesia and also better than any bike that I have ever ridden (the best I own was a Ninja 250R). Continue Reading →


Bye-bye ReNi

Beberapa hari lalu bokap gw bilang ke gw kalo dia mau jual si ReNi (Ninja 250R gw) dan dia minta persetujuan gw. Gw juga mikir, sayang juga tuh motor gak ada yang pake. Kalo dibiarin terbengkalai, kehujanan diluar, atau karatan di garasi, sama aja parahnya. Ditambah nyokap gw udah ngoceh-ngoceh ke bokap gw kalo motor semahal itu dibiarkan terbengkalai, jadi ya sudah lah. Waktunya untuk dijual.

G’bye, it was nice having you. 160 km/h baru pernah gw rasakan sama dia.

Untuk penggantinya? Kemungkinan besar Yamaha New Scorpio-Z, tapi itu juga belom final decision karena saat gw tanya bokap “jadi beli gak?” dia cuman bilang kalau semuanya diurus waktu gw udah balik ke Jakarta. Continue Reading →


The Suzuki Satria FU 150 experience

Adik si Jogay (bukan nama asli) dibelikan Satria FU 150 baru. Gw diajak Jogay untuk main kerumahnya dan mencicipi sang “hyper underbone” atau rajanya motor bebek sambil break-in mesinnya. Dia tau aja kalo dari dulu gw penasaran pingin nyemplak Satria FU dan merasakan sendiri klaim orang-orang yang mengatakan bahwa tenaga motor itu GILA.

Oke, hari pertama gw coba, gw masih belum berani lakukan apa-apa karena motor itu fresh dari dealer, odometernya masih 0 km! Bener-bener barang baru turun dari mobil boks nih. Lagian, gw dipanggil kesana juga untuk mengajarkan adiknya si Jogay untuk naik motor dan bantu dia break-in mesinnya. RPM masih dipanteng dibawah 5000 RPM.

Mulai kilometer 6, rasanya kita kok gerah ya bawa motor peelaaaaaaan sekali, akhirnya gw tes geber dikit, oke lah tenaganya. Mantap juga tendangannya buat ukuran 150cc.

Hari kedua, gw masih disuruh bantu break-in mesin motor itu. Gw bawa pelan-pelan dibawah 5000 RPM, setelah mesin dirasa cukup panas, gw bawa normal saja seperti gw berkendara sehari-hari. Nah sampai kita bosan baru ide gila ada di otak gw dan Jogay. Kita nekat untuk melakukan drag race dengan motor baru itu… Lawannya adalah Jupiter MX gw.

Jogay mengendarai Satria FU adiknya dan gw menggunakan MX gw. Sempet punya bayangan pasti kalah soalnya beda banget tenaganya. Tapi semua diluar dugaan! Gw menang ronde pertama. Gw jadi penasaran, masa Satria kalah sama MX jebot. Lalu kita gantian motor.

Hasilnya sama, gw menang lagi ronde ke 2. Berarti ini jelas bukan masalah motornya, tapi jokinya yang kurang piawai.

Hari ketiga, masih sama, gw disuruh ajarin adiknya melancarkan naik motor, dan break-in. Sampai kita bosan, kita mulai drag lagi.

Ronde pertama, Satria FU 150 lawan Jupiter MX. Gw pakai MX di ronde pertama dan memenangkan ronde pertama.

Ronde kedua, motor yang turun masih sama, cuman gw pakai Satria adiknya si Jo. Gw memenangkan ronde ketiga.

Ronde ketiga, V-ixion bore-up Jo mulai dikeluarkan untuk melawan Jupiter MX gw. Di ronde ketiga ini gw kalah, selain motor Jo sudah dirombak enginenya, gw kalah start karena gw start biasa, bukan pakai perfect launch (teknik gantung kopling).

Ronde keempat, motor ditukar supaya adil. V-ixion lawan Satria FU 150 (165cc vs 150cc). Gw memakai Satria FU dari ronde ini sampai ronde terakhir. Gw gantung putaran mesin sampai 8000 RPM lalu start. Motornya sampai lompat karena gw lepas koplingnya kasar, tapi hasilnya gw memenangkan ronde 4.

Ronde kelima, motor masih sama dan dengan teknik sama di RPM 8000, namun gw startnya lebih halus,tapi sayang gw tidak menundukkan kepala. Hasilnya gw unggul diawal tapi disalip pada akhir.

Dan ronde terakhir, gw start di 8000 secara halus dan gw menundukkan kepala gw. Hasilnya yaitu kemenangan :)

Ujang merekam di salah satu ronde waktu gw dan Jo sedang ngedrag. Kelihatannya ini di ronde terakhir, soalnya mulainya lebih halus dan gw menang.

Sayang videonya gelap banget. Di video itu, gw yang sebelah kiri menggunakan Satria FU150. Meski gelap, untung lampunya kelihatan, jadi bisa ketahuan siapa yang didepan dan dibelakang. Continue Reading →


Konvoy bersama motor dahsyat

Malam tanggal 1 April kemarin, bokap gw tiba-tiba ngajakin gw jalan ke Mall Senayan City untuk ketemu temen-temen motornya. Awalnya gw kira itu kalo gw bakal naik mobil disetirin ato kalo naik motor gw dibonceng, ternyata gw disuruh bawa motor sendiri.

Kita langsung cabut dengan bokap gw sebagai pemimpin jalan sampai ke Sency. Bokap gw mengendarai motornya sendiri dan gw mengendarai si Reni (nama julukan untuk motor gw. ReNi = Red Ninja).

Susah rasanya mengimbangi motor bokap gw. Boleh aja biasa di jalan gw diliatin dan menjadi hampir yang tercepat, tapi kali ini pusat perhatian ada di depan gw dan gw harus pelintir gas lebih dalam untuk mengimbangi larinya motor bokap gw.

Singkat kata, kita sampai di Senayan City, parkir di lobby dan gw langsung merasa minder. Seluruh motor yang diparkir disana harganya sudah pasti diatas 200 juta atau lebih. Hanya gw sendiri yang motornya dibawah 50 juta. Dari mana gw tahu harganya gak usah ditanya lagi, cukup dilihat pake mata sendiri langsung udah ketauan kalo itu sudah motor kelas premium yang bahkan harganya bisa mengimbangi atau melebihi mobil-mobil yang biasa kita jumpai di jalan.

Selepas dari Senayan City, kita langsung cabut lagi entah kemana, gw hanya mengikuti kawanan motor bengis itu saja tanpa banyak tanya.


Foto di pom bensin Shell dekat Sency. Minder motor gw paling cupu


Percaya atau tidak, motor ini harganya 1 milyar! Sadis!


Tampak samping si motor 1 milyar! Sangar boy…

Setelah mengisi bensin, kita muter-muter lagi. Susah juga ngimbangin tenaga motor-motor diatas 1000cc. Mereka kelihatannya tidak punya kesusahan sama sekali meluncur di kecepatan tinggi sementara si Reni harus teriak diatas 7000 RPM untuk mengimbangi mereka. Intinya gw jalan sepanjang konvoy itu jarang dibawah 60 km/h. Rata-rata speed gw itu 80 km/h hingga 100 km/h.

Setelah sampai di daerah Kemang, rupanya gw dibawa ke workshop custom khusus Harley yang dimiliki oleh salah seorang teman bokap gw.


Workshop Harley custom


Gila mesin segede gini

Malam itu, gw benar-benar merasakan sensasi riding sesungguhnya bersama komunitas. Puas sekali ngebut di malam hari, menembus angin sampai gw mau masuk angin dan muntah! Odometer gw menunjukkan angka 64 km. Gila juga dalam semalam gw berjalan sejauh 64 km! Itu belum termasuk perjalanan sebelumnya ke pom bensin (sebab di pom bensin gw isi bensin dan reset trip odometer) dan perjalanan gw di siang hari.

Masih banyak motor lain yang gak gw foto, atau gak mau gw masukkan fotonya ke post ini. Yang pasti dalam perjalanan itu gw melihat banyak motor aneh-aneh dan dahsyat.

Kapan ya gw dan teman-teman gw bisa seperti ini… Continue Reading →


Menggapai top speed Kawasaki Ninja 250 R

Akhirnya, malam kemarin gw sudah mencapai top speed Kawasaki Ninja 250 R lagi. Menurut speedometer adalah 160 km/h lebih sedikit dan setelah berkali-kali coba gak bisa naik lagi (atau mungkin lintasan kurang panjang).

Di tes di jalan naik turun kurang lebih 500-800 meter. Itu masih ada ngerem sedikit waktu di tanjakan sebab takut akan adanya kendaraan lain yang tak terlihat dan takut lompat.

Mesin sudah gw pacu penuh dan shifting up gear di 15 ribu RPM (kepentok limiter) serta gaya bawa sudah membungkuk hingga dagu gw di tanki bensin. Continue Reading →


Indikator bensin Kawasaki Ninja 250 R = NGACO??

Sampai dengan kemarin masih gak percaya dengan review-review luar negri ataupun Wikipedia yang menyebutkan bahwa konsumsi bensin Kawasaki Ninja 250 R versi karburator itu sebesar 1:20 (yang artinya 1 liter bisa menempuh 20 kilometer). Namun hari ini lah yang membuat gw percaya bahwa si Ninja 250 R standard dapat menyentuh angka sedemikian.

Awal mulanya, gw melihat indikator bensin Ninja gw tinggal 1/4 tanki. Di bayangan gw, tanki gw itu isinya tinggal 4.5 liter yang gw dapatkan dari 18*0.25. Odometer bagian trip gw sudah menyentuh angka 150, jadi pada bayangan gw, konsumsi bensin Ninja gw adalah 150/13.5 yang hasilnya 1:11.

Boros amat??? Bisa mati gw membiayai bensin untuk si merah yang rakus minum.

Berhubung bensin tinggal 1/4 tanki, sudah saatnya si merah diberi minum lagi, daripada nanti dia ngambek di tengah jalan, alias kehabisan bensin.

Langsung deh gw lari ke Pertamina di Jalan Panjang sebelum Relasi. Gw menginstruksikan abang pengisi bensin 40 ribu Pertamax dan Premium hingga full tank. Ini bonnya.

Loh???! Cuman 8.34 liter kok udah full tank? Ini bener-bener tanda positif bahwa indikator bensin gw sedikit ngaco. Pantas saja kok bisa boros banget ni Ninja. Awalnya gw kira karena gw sering geber, sudah ganti knalpot, dan port-polish. Gw kembali lagi hitung pemakaian bensin gw.

154/8.34 = 1:18

Tadaa.. pemakaian bensin sesungguhnya adalah 18 kilometer untuk 1 liter bensin.

Correction: Aditya, seorang pengunjung blog ini yang memberikan komentar pada artikel ini menjelaskan bahwa tidak ada kesalahan pada indikator bensin, namun karena bentuk tangki bensin yang tidak kotak, sehingga setengah pada jarum indikator bukan berarti setengah dari total isi tangki bensin.

Terima kasih atas komentarnya untuk bro Aditya :) Continue Reading →


Kondisi Supra Fit kami sekarang

Kalau dulu kalian pernah baca sejarah-sejarah motor yang gw pakai, kalian tahu kalau gw pernah memakai Honda Supra Fit R tahun 2007 yang berikutnya digantikan oleh si Jupiter MX.

Si Fit R ini lah yang berjasa membuat gw lancar mengendarai sepeda motor. Namun nasibnya sudah gak pernah kedengaran lagi semenjak gw sudah pindah hati ke Jupiter MX.

Setelah gw pindah ke MX, Supra Fit R ini diberikan kepada supir gw untuk sarana transportasi dia pulang dan pergi. Istilahnya kayak motor kantor lah, bebas dia pakai tapi harus dikembalikan ke keluarga kita kalau dia berhenti bekerja.

Kemarin ini, gw disuruh menebus obat dan mengantar surat-surat untuk adik gw yang sedang sakit. Si MX diparkir di antara mobil dan tembok sehingga susah dikeluarkan, sementara si Reni (Red Ninja) enggan gw keluarkan untuk urusan ini, jadi satu-satunya pilihan adalah si Fit R yang sedang nganggur.

Saat gw naiki dia kembali, gw merasa sedih dengan kondisinya sekarang. Secure key shutter kebanggaan Honda udah rusak karena dijebol, electric starter dan speedometer sudah mati, meteran bensin rada ngaco, rem depan kurang pakem, sementara rem belakang sudah tidak berfungsi sama sekali karena tidak ada kampasnya.

Ternyata supir gw buas sekali memakainya… Bisa sampai separah apa ya motor ini beberapa tahun kedepan :~ Continue Reading →


Kawasaki Ninja 250 R Review

Akhirnya gw memiliki kesempatan juga untuk mereview Kawasaki Ninja 250 R.

Gw pertama kali naik motor ini adalah 1 tahun lalu, gw gak bisa mereview itu karena statusnya cuman minjam dan gak lebih dari 1 menit. Puji Tuhan akhir tahun ini gw sudah memiliki Ninja sendiri meski dibelikan second dari kebaikan hati bokap gw. Awalnya gw menolak memakai Ninja 250 R, imagenya motor ini tuh berat banget, gak sesuai dengan badan gw yang kurus, dan mau apa-apa pasti susah dalam artian susah servisnya karena kayaknya gak semua bengkel bisa urusin, boros, susah parkir dan spareparts mahal. Tapi setelah gw memakainya sekitar selama 1 bulan lebih, pandangan gw sedikit berubah tentang motor ini.

Berat banget? Ternyata kagak, kalo sudah dinaikin motor terasa ringan, gw masih bisa belok dengan mudah dan boncengan dengan teman gw yang beratnya diatas 70 kg. Tapi jangan salah juga, kalo misalnya gw disuruh geser motor ini di parkiran, gw pun juga gak mampu, tapi untungnya saat gw jatuh gw masih bisa mengangkat motor ini. Tempat duduknya tinggi? ternyata kagak juga! Bodi gw yang berspec (cieh berspec) 55 kg dan sekitar 170 cm lebih/kurang ini masih mampu dengan mudah naik motor ini. Jok Ninja 250 R ternyata rendah juga dan kaki gw bisa menapak tanah. Mungkin karena kaki gw menapak tanah jadinya gw bisa menghandle motor ini dengan baik. Sekilas penghancur mitos “Ninja mah berat banget, badan se-elu mah kayaknya gak bisa deh”

Surprisingly, Ninja 250 R itu “gak” makan pemula. Maksudnya adalah gak susah-susah amat dari motor bebek non-kopling pindah naik ke Ninja 250 R tanpa latihan (setidaknya gw tanpa latihan), kayaknya asal syarat utama terpenuhi yaitu kaki napak, sudah lancar naik motor dan sudah bisa main kopling). Meski tenaganya besar, penyalurannya mulus, sebenarnya itu tergantung dari cara kita main koplingnya, mau santai dan mulus pelintir saja pelan ke 2000-2500 RPM sebelum kopling dilepas, ato mau ngebut? Oke lah, pelintir aja ke 4000-6000 RPM sebelum kopling dilepas. Di forum, gw banyak mendengar bahwa riders yang pindah ke moge biasanya mengalami kewalahan menghandle tenaganya, ternyata mesin 250cc dua silinder masih mudah di handle.

Karakter mesin sport terasa di Ninja 250 R. Terasa tenaganya baru muncrat pada RPM tinggi. Gw sempet mikir “kok kayaknya Ninja tenaganya gitu-gitu aja ya” dan waktu itu gw lagi berjalan di sekitar 5000 RPM, lalu gw coba pelintir lagi. Mulai di RPM 6000-7000an keatas, tarikannya terasa beda! Gw sampai mundur sedikit kebelakang kalo gw megang stang motornya santai. Gw coba geber motor ini dan gw berinisiatif ganti gigi kalo RPM dah 9000 keatas, hasilnya 100 km/h tercapai dengan cepat. Waktu gw tes Gigi 1 bisa mencapai 50 km/h, gigi 2 bisa mencapai 70 km/h, gigi 3 bisa mencapai 100 km/h, gigi 4 bisa mencapai 120-130 km/h, gigi 5 bisa sampe 140 km/h dan gigi 6 waktu itu gw hanya tes sampe 150an km/h, hampir mendekati 160 km/h, lalu lintasan gw habis. Dari 0 km/h ke 120 km/h rasanya ringan sekali, tapi kalo udah lebih dari itu butuh lintasan yang cukup panjang juga buat mencapai top speed. Bahkan gw sendiri belom pernah merasakan top speed motor ini, serem juga.

Seperti yang sudah gw bilang tadi, handlingnya mantap. Jalan diatas 100 km/h pun juga masih stabil. Posisi badan meringkuk, dagu mendekat ke tangki bensin, wuih serasa jadi pembalap sirkuit (meski jalan raya bukan tempatnya). Meski badan gw kecil, sambil boncengan pun gw pernah limbung saat membelok. Nah, tapi karena motor ini memang lebih gede, butuh space yang lebih besar buat belok di jalan-jalan kecil, terutama saat di tempat parkir dan saat mau nyelip di kemacetan. Kalo biasanya gw langsung belok bisa masuk, kadang pake Ninja 250 R ini mesti belok sambil mundur-mundur lagi supaya bisa masuk celah. Parkir di tempat yang sangat ramai dan sempit ini yang jadi masalah gw soalnya motor ini gak punya standar tengah juga, jadi memang makan tempat lebih buat parkir dan kalo digeser BERATnya setengah mati.

Fitur keamanan yang paling gw suka dari motor ini adalah side stand switchnya. Kadang ada aja orang kikuk kayak gw yang lupa turunin standar samping. Kalo di Ninja 250 R, apabila standar samping belom turun, mesin akan mati bila masuk ke gigi berapapun (kecuali netral yah!) Jadi gak ada lagi kata kelupaan turunin standar sebelum mulai jalan. Gimana sama sistem pengereman? Ninja 250 R dilengkapi oleh single disc brake untuk rem depan dan belakangnya, meski belum ABS seperti Honda CBR 250 yang akan datang, seharusnya sudah cukup safety. Tapi kalo soal rem gw gak bisa berkomentar banyak, teknik pengereman motor bebek dan sport kecil berbeda. Gw sendiri belom ahli soal pengereman di motor sport seperti ini. Gw saja sudah tergelincir 1x dan jatuh pada jalan basah dan nyaris nabrak waktu liat spion, untung saja gw bisa menghindar ke arah lain jadi gw gak menabrak.

Siap punya Ninja 250 R, siap juga keluar duit buat maintenancenya. Hitungan konsumsi BBM gw setelah 2 kali penghitungan adalah 1:15 dengan bahan bakar Shell Super. Boros? Ya! Gw akui memang boros mengingat biasa gw bawanya motor bebek, apalagi tankinya kapasitasnya 18 liter, gw harus merogoh kocek lebih dalam untuk mengisi bensin. Perlu diingat motor ini juga menggunakan 2 karburator, makanya setting karburator gak boleh sembarangan, harus seimbang antara kiri dan kanan. Kalo waktunya ganti busi dan oli juga harus siap keluarin dana 2 kali lipat karena motor ini menggunakan 2 busi dan 2 botol oli sekali ganti, tapi kurang lebih frekuensi masa gantinya juga sekitar 2 kali lipat lebih lama dari motor bebek, jadi kurang lebih sama lah, cuman saat penggantian aja siap-siap bawa duit lebih banyak. Apalagi kalo rusak! Gw sendiri udah pernah jatuh dari motor ini dan harga fairing sebuah adalah 1 jutaan! Suka modif? Siap-siap aja menebus harga aksesoris, performance parts, dan ongkos kerja yang lebih mahal.

Sekarang sisi lain yang gw ulas. Fungsionalitas! Tentu saja motor sport gak punya bagasi! Mimpi lu kalo mau motor sport yang ada bagasinya, mungkin ada tapi AFAIK gak ada. Silahkan beli boks barang untuk motor kalo mau bawa barang yang gak muat dalam tas anda soalnya gak akan ada tempat untuk menaruh jas hujan apabila anda tidak membawa tas. Untuk boncengan mungkin juga rada susah. Joknya tinggi dan gak ada pengangan samping. Kalo rider sudah mulai ngebut, yang dibonceng sudah harus siap-siap meluk sang rider, megang tangki oke tapi kalo sang rider melakukan akselerasi secara spontan dan kencang bisa aja dia terpental kebelakang. Rasanya cewe ogah dibonceng kalo naik Ninja 250 R karena dibonceng gak gitu enak… SAYANG SEKALI, padahal gw berharap dipeluk cewe waktu naik Ninja :love: *mesum* tapi apa boleh buat nasib berkata lain, gw malah dipeluk cowo karena bonceng teman cowo gw sambil rada ngebut :cry: Continue Reading →